A.
Persaratan
Konselor
Sebagai
seorang konselor sekolah bukanlah suatu hal yang mudah dan ringan, sebab
individu-individu yang dihadapi sehari-hari di sekolah satu dengan yang lain
memiliki permasalahan yang berbeda, masing-masing individu
atau siswa mempunyai keunikan atau kekhasan baik dalam aspek tingkah laku,
kepribadian maupun sikap-sikapnya.
Pentingnya bimbingan dalam
pendidikan, menuntut seorang konselor memiliki syrat-syarat yang selayaknya ia
miliki sebagai seorang pembimbing untuk kelancaranya dalam melaksanakan
bimbingan konseling.
Arifin dan Eti Kartikawati
(1994/1995) menyatakan bahwa petugas bimbingan dan konseling di sekolah dipilih
berdasarkan kualifikasi:
1. Kepribadian
· Konselor adalah pribadi yang
intelegen, memiliki kemampuan berpikir verbal dan kuantitatif, bernalar dan
mampu memecahkan masalah secara logis dan persetif.
· Konselor menunjukkan minat kerja
sama dengan orang lain, di samping seorang ilmuwan yang dapat memberikan
pertimbangan dan menggunakan ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku individual
dan sosial.
· Konselor menampilkan kepribadian
yang dapat meneriman dirinya dan tidak akan menggunakan kliennya untuk kepuasan
kebutuhan pribadinya melebihi batas yang ditentukan oleh kode etik
profesionalnya.
· Konselor memiliki nilai yang diakui
kebenaranya sebab nilai-nilai ini akan mempengaruhi perilakunya dalam situasi
konseling dan tingkah lakunya secara umum.
· Konselor menunjukkan sifat yang
penuh toleransi terhadap masalah-masalah yang mendua dan ia memiliki kemampuan
untuk menghadapi hal-hal yang kurang menentu tersebut tanpa terganggu
profesinya dan aspek kehidupan pribadinya.
· Konselor cukup luwes untuk memahami
dan memperlakukan secara psikologis tanpa tekanan-tekanan sosial untuk memaksa
klien menyesuaikan dirinya.
Sifat – sifat kepribadian yang harus
dimiliki oleh seorang konselor sekolah menurut Dewa Ketut Sukardi (1986:28),
antara lain:
a. memiliki
pemahaman terdapat orang lain secara objektif dan simpatik
b. memiliki
kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain secara baik dan lancar
c. memahami
batas – batas kemampuan yang ada pada dirinya sendiri
d. memiliki
minat yang mendalam mengenai murid – murid, dan berkeinginan sungguh – sungguh
untuk memberikan bantuan kepada mereka
e. memiliki
kedewasaan pribadi, spiritual, mental, sosial dan fisik.
2. Pendidikan
Seorang
guru pembimbing atau konselor profesional selayaknya memiliki pendidikan
profesi, yaitu jurusan bimbingan konseling Strata Satu (S1), S2 maupun S3. Atau
sekurang-kurannya pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang bimbingan
dan konseling.
Seorang
guru pembimbing atau konselor nonprofessional yakni alumni fakultas keguruan
atau tarbiyah dapat diangkat menjadi seorang konselor profesional, tetapi harus
mengikuti terlebih dahulu pendidikan tambahan (pendididkan profesi) dalam
bidang bimbingan dan konseling.
Syarat
pendidikan berkenaan dengan keilmuan yang dimiliki oleh guru pembimbing atau
konselor. Konselor tidak saja harus memiliki ilmu bimbingan dan konseling,
tetapi juga harus memiliki pengetahuan psikologi, bimbingan, dan konseling
keterampilan komunikasi sosial dan konseling.
3. Pengalaman
Seorang
konselor harus memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun mengajar, banyak
membimbing berbagai kegiatan ekstrakulikuler dan banyak pengalaman dalam
organisasi. Corak pengalaman yang dimiliki seorang konselor akan membantunya
mendiagnosis dan mencari alternative solusi terhadap klien.
4. Kemampuan
Seorang pembimbing harus memiliki kemampuan (kompetensi).
M.D. Dahlan (1987) menyatakan bahwa konselor dituntut untuk memiliki berbagai
keterampilan melaksanakan konseling. Guru pembimbing atau konselor harus mampu
mengetahui dan memahami secara mendalam sifat-sifat seseorang, daya kekuatan
pada diri seseorang, merasakan kekuatan jiwa apakah yang mendorong seseorang
berbuat dan mendiagnosis berbagai persoalan siswa, selanjutnya mengembangkan potensi
individu secara positif.
B.
Kode
Etik Konselor
Etika berasal dari bahasa Yunani
“ethos”, yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Etika berkaitan
dengan konsep yang dimiliki oleh individu atau masyarakat untuk menilai apakah
tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau
baik.
Kode Etik merupakan kode moral yang
menjadi landasan kerja bagi pekerja profesional. Etik merupakan standar tingkah
laku standar seseorang atau sekelompok orang yang didasarkan atas nilai-nilai
yang disepakati (Latipun, 2008:248-249).
Kode
Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman
tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh
setiap profesional Bimbingan dan Konseling Indonesia.
Kode
etik profesi konselor mengalami perubahan pada tahun 2004 ketika organisasi
profesi konselor yang awalnya IPBI menjadi ABKIN, berikut perubahan-perubahan
konten yang terjadi:
Kode Etik 1991
|
Kode Etik 2004
|
Anggota
memiliki latar belakang yang berbeda asalkan bergelut dalam dunia bimbingan
|
Latar
belakang anggota difokuskan pada konselor
|
Tidak
dijelaskan mengenai kualifikasi yang harus dimiliki oleh konselor
|
Dijelaskan
kualifikasi yang harus dimiliki konselor
|
Terdapat
klasifikasi pemberian bantuan karenakan perbedaan latar belakang
|
Kompetensi
pemberian bantuan disamakan, adapun alih tangan kasus merupakan hal yang
berada diluar kewenangan konselor
|
Dalam
hal hubungan kelembagaan hanya dicantumkan “tetap mementingan klien dan
lembaga”
|
Telah
diruntut pula tanggung jawab, kebijaksanaan, ketentuan dan pengetahuan
|
Belum
terdapat hak praktik mandiri karena IPBI tidak mengikat profesi
|
Sudah
terdapat ketentuan mengenai praktik mandiri konselor
|
Belum
disinggung mengenai hak dan kewajiban; sanksi terhadap pelanggaran kode etik
|
Sudah
disinggung hak dan kewajiban; disinggung mengenai sanksi terhadap pelanggaran
kode etik
|
a.
Dasar kode etik profesi bimbingan dan konseling:
1. Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional
3. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (pasal 28
ayat 1, 2 dan 3 tentang standar pendidik dan tenaga kependidikan)
4. Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Konselor.
5. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
b.
Tujuan kode etik konselor
1. Menjunjung tinggi martabat profesi;
2. Melindungi pihak yang menjadi
layanan profesi dari perbuatan mal-praktik;
3. Meningkatkan kualitas profesi;
4. Menjaga status profesi;
5. Menegakkan ikatan
antara tenaga professional dengan profesi yang
disandangnya.
c.
Pelanggaran kode etik
Konselor harus selalu mengkaji tingkah laku dan perbuatannya
tidak melanggar kode etik ini.
1. Konselor harus senantiasa mengingat
bahwa pelanggaran terhadap kode etik ini akan merugikan mutu proses dan hasil
layanan yang diberikan, merugikan klien, lembaga dan pihak-pihak lain yang
terkait, serta merugikan diri konselor sendiri dan profesinya.
2. Pelanggaran terhadap kode etik ini
akan mendapatkan sanksi berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh ABKIN.
Daftar Pustaka
Latipun.
2008. Psikologi Konseling. Malang :
UMM PRESS.
-----.Persyaratan Sebagai Konselor dalam http://misk-in.blogspot.com/2010/01/persyaratan-sebagai-konselor.html
Prayitno
dan Erman Amti. 2006. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.Jakarta:Rineka
Cipta
0 komentar :
Posting Komentar