Minggu, 04 Januari 2015
Model dan Pola Layanan Bimbingan dan Konseling
A. Model
Layanan Bimbingan dan Konseling
Model-model
bimbingan dan konseling bermula dari gerakan bimbingan dan konseling di Amerika
yang dikembangkan disejumlah kerangka pikir yang menjadi pedoman dan pegangan
dalam pelayanan di sekolah-sekolah. Istilah model menurut Shertzer dan Stone
(1981) yaitu suatu konseptualisasi yang luas, bersifat teoritis namun belum
memenuhi semua persyaratan bagi suatu teori ilmiah. Model-model itu
dikembangkan oleh orang tertentu untuk menghadapi tantangan yang timbul dalam
kehidupan masyarakat dan lingkungan pendidikan dekolah di AS.
1.
Frank
Parsons yang menciptakan istilah Vocational Guidance yang menekankan ragam
jabatan bimbingan dengan menganalisis diri sendiri, analisis terhadap bidang
pekerjaan, serta memadukan keduanya dengan berpikir rasional dan mengutamakan
komponen bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling.
2.
William
M. Proctor, (1925) yang mengembangkan model bimbingan mengenalkan dua fungsi
yaitu fungsi penyaluran dan fungsi penyesuaian menyangkut bantuan yang
diberikan kepada siswa dalam memilih program studi, aktivitas ekstrakurikuler,
bentuk rekreasi, jaur persiapan memegang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat
dan cita-cita siswa.
3.
Wilson
Little dan AL. Champman, (1955) menekankan perlunya memberikan bantuan kepada
semua siswa dalam aspek perkembangan siswa dalam bidang studi akademik dalam
mempersiapkan diri memangku suatu jabatan dan dalam mengolah pengalaman batin
serta pergaulan sosial. Model ini memanfaatkan bentuk pelayanan individual dan kelompok,
mengutamakan sifat bimbingan preventif dan preseveratif dan melayani bimbingan
belajar, jabatan dan bimbingan pribadi.
4.
Arthur
J. Jones, (1970) menekankan pelayanan bimbingaan sebagai bantuan kepada siswa
dalam membuat pilihan-pilihan dalam mengadakan penyesuaian diri. Model ini juga
menekankan bentuk pelayanan individu mengutamakan ragam bimbingan belajar serta
bimbingan jabatan dan memberi tekanan pada komponen bimbingan penempatan
pengumpulan data serta wawancara.
5.
Ralp
Moser dan Norman A. Srinthall, (1971) mengajukan usul upaya di sekolah diberi
pendidikan psikologis yang dirancang untuk menunjang perkembangan kepribadian
para siswa dengan mengutamakan belajar dinamik-efektif yang menyangkut
perkembangan nilai-nilai hidup dan sikap-sikap.
6.
Julius
Menacker, (1976) model ini menekankan usaha mengadakan perubahan di lingkungan
hidup yang menghambat perkembangan yang optimal bagi siswa. Keunggulan model
ini adalah pandangan tentang tingkah laku seseorang sebaiknya dilihat sebagai
hasil interaksi antara individu dengan lingkungan hidupnya.
B. Pola
Layanan Bimbingan dan Konseling
Menurut hasil analisis
Edward C. Glanz, (1964) dalam sejarah perkembangan pelayanan bimbingan di
institusi pendidikan muncul empat pola dasar, yaitu:
1.
Pola
Generalis, bahwa corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh
terhadap kuantitas usaha belajar siswa, dan seluruh staf pendidik dapat
menyumbang pada perkembangan kepribadian masing-masing siswa.
2.
Pola
Spesialis, bahwa pelayanan bimbingan di institusi pendidikan harus ditangani
oleh ahli-ahli bimbingan yang masing-masing berkemampuan khusus dalam cara
pelayanan bimbingan tertentu seperti testing psikologis, bimbingan karier, ban
bimbingan konseling.
3.
Pola
Kurikuler, bahwa kegiatan bimbingan di institusi pendidikan diusulkan
dimasukkan dalam kurikulum pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus
bimbingan.
4.
Pola
Relasi-relasi Manusia dan Kesehatan Mental, bahwa orang akan lebih hidup
bahagia bila dapat menjaga kesehatan mentalnya dan membina hubungan baik dengan
orang lain. Segi positf pola dasar ini yaitu peningkatan kerja sama natara
anggota-anggota staf pendidik di
institusi pendidikan dan integrasi sosial diantara peserta didik dengan staf
pendidik.
Referensi:
· Mugiarso, Heru, dkk.2011.Bimbingan
dan Konseling.Semarang:UNNES Press
Persyaratan Konselor dan Kode Etik Konselor
A.
Persaratan
Konselor
Sebagai
seorang konselor sekolah bukanlah suatu hal yang mudah dan ringan, sebab
individu-individu yang dihadapi sehari-hari di sekolah satu dengan yang lain
memiliki permasalahan yang berbeda, masing-masing individu
atau siswa mempunyai keunikan atau kekhasan baik dalam aspek tingkah laku,
kepribadian maupun sikap-sikapnya.
Pentingnya bimbingan dalam
pendidikan, menuntut seorang konselor memiliki syrat-syarat yang selayaknya ia
miliki sebagai seorang pembimbing untuk kelancaranya dalam melaksanakan
bimbingan konseling.
Arifin dan Eti Kartikawati
(1994/1995) menyatakan bahwa petugas bimbingan dan konseling di sekolah dipilih
berdasarkan kualifikasi:
1. Kepribadian
· Konselor adalah pribadi yang
intelegen, memiliki kemampuan berpikir verbal dan kuantitatif, bernalar dan
mampu memecahkan masalah secara logis dan persetif.
· Konselor menunjukkan minat kerja
sama dengan orang lain, di samping seorang ilmuwan yang dapat memberikan
pertimbangan dan menggunakan ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku individual
dan sosial.
· Konselor menampilkan kepribadian
yang dapat meneriman dirinya dan tidak akan menggunakan kliennya untuk kepuasan
kebutuhan pribadinya melebihi batas yang ditentukan oleh kode etik
profesionalnya.
· Konselor memiliki nilai yang diakui
kebenaranya sebab nilai-nilai ini akan mempengaruhi perilakunya dalam situasi
konseling dan tingkah lakunya secara umum.
· Konselor menunjukkan sifat yang
penuh toleransi terhadap masalah-masalah yang mendua dan ia memiliki kemampuan
untuk menghadapi hal-hal yang kurang menentu tersebut tanpa terganggu
profesinya dan aspek kehidupan pribadinya.
· Konselor cukup luwes untuk memahami
dan memperlakukan secara psikologis tanpa tekanan-tekanan sosial untuk memaksa
klien menyesuaikan dirinya.
Sifat – sifat kepribadian yang harus
dimiliki oleh seorang konselor sekolah menurut Dewa Ketut Sukardi (1986:28),
antara lain:
a. memiliki
pemahaman terdapat orang lain secara objektif dan simpatik
b. memiliki
kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain secara baik dan lancar
c. memahami
batas – batas kemampuan yang ada pada dirinya sendiri
d. memiliki
minat yang mendalam mengenai murid – murid, dan berkeinginan sungguh – sungguh
untuk memberikan bantuan kepada mereka
e. memiliki
kedewasaan pribadi, spiritual, mental, sosial dan fisik.
2. Pendidikan
Seorang
guru pembimbing atau konselor profesional selayaknya memiliki pendidikan
profesi, yaitu jurusan bimbingan konseling Strata Satu (S1), S2 maupun S3. Atau
sekurang-kurannya pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang bimbingan
dan konseling.
Seorang
guru pembimbing atau konselor nonprofessional yakni alumni fakultas keguruan
atau tarbiyah dapat diangkat menjadi seorang konselor profesional, tetapi harus
mengikuti terlebih dahulu pendidikan tambahan (pendididkan profesi) dalam
bidang bimbingan dan konseling.
Syarat
pendidikan berkenaan dengan keilmuan yang dimiliki oleh guru pembimbing atau
konselor. Konselor tidak saja harus memiliki ilmu bimbingan dan konseling,
tetapi juga harus memiliki pengetahuan psikologi, bimbingan, dan konseling
keterampilan komunikasi sosial dan konseling.
3. Pengalaman
Seorang
konselor harus memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun mengajar, banyak
membimbing berbagai kegiatan ekstrakulikuler dan banyak pengalaman dalam
organisasi. Corak pengalaman yang dimiliki seorang konselor akan membantunya
mendiagnosis dan mencari alternative solusi terhadap klien.
4. Kemampuan
Seorang pembimbing harus memiliki kemampuan (kompetensi).
M.D. Dahlan (1987) menyatakan bahwa konselor dituntut untuk memiliki berbagai
keterampilan melaksanakan konseling. Guru pembimbing atau konselor harus mampu
mengetahui dan memahami secara mendalam sifat-sifat seseorang, daya kekuatan
pada diri seseorang, merasakan kekuatan jiwa apakah yang mendorong seseorang
berbuat dan mendiagnosis berbagai persoalan siswa, selanjutnya mengembangkan potensi
individu secara positif.
B.
Kode
Etik Konselor
Etika berasal dari bahasa Yunani
“ethos”, yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Etika berkaitan
dengan konsep yang dimiliki oleh individu atau masyarakat untuk menilai apakah
tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau
baik.
Kode Etik merupakan kode moral yang
menjadi landasan kerja bagi pekerja profesional. Etik merupakan standar tingkah
laku standar seseorang atau sekelompok orang yang didasarkan atas nilai-nilai
yang disepakati (Latipun, 2008:248-249).
Kode
Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman
tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh
setiap profesional Bimbingan dan Konseling Indonesia.
Kode
etik profesi konselor mengalami perubahan pada tahun 2004 ketika organisasi
profesi konselor yang awalnya IPBI menjadi ABKIN, berikut perubahan-perubahan
konten yang terjadi:
Kode Etik 1991
|
Kode Etik 2004
|
Anggota
memiliki latar belakang yang berbeda asalkan bergelut dalam dunia bimbingan
|
Latar
belakang anggota difokuskan pada konselor
|
Tidak
dijelaskan mengenai kualifikasi yang harus dimiliki oleh konselor
|
Dijelaskan
kualifikasi yang harus dimiliki konselor
|
Terdapat
klasifikasi pemberian bantuan karenakan perbedaan latar belakang
|
Kompetensi
pemberian bantuan disamakan, adapun alih tangan kasus merupakan hal yang
berada diluar kewenangan konselor
|
Dalam
hal hubungan kelembagaan hanya dicantumkan “tetap mementingan klien dan
lembaga”
|
Telah
diruntut pula tanggung jawab, kebijaksanaan, ketentuan dan pengetahuan
|
Belum
terdapat hak praktik mandiri karena IPBI tidak mengikat profesi
|
Sudah
terdapat ketentuan mengenai praktik mandiri konselor
|
Belum
disinggung mengenai hak dan kewajiban; sanksi terhadap pelanggaran kode etik
|
Sudah
disinggung hak dan kewajiban; disinggung mengenai sanksi terhadap pelanggaran
kode etik
|
a.
Dasar kode etik profesi bimbingan dan konseling:
1. Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional
3. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (pasal 28
ayat 1, 2 dan 3 tentang standar pendidik dan tenaga kependidikan)
4. Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Konselor.
5. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
b.
Tujuan kode etik konselor
1. Menjunjung tinggi martabat profesi;
2. Melindungi pihak yang menjadi
layanan profesi dari perbuatan mal-praktik;
3. Meningkatkan kualitas profesi;
4. Menjaga status profesi;
5. Menegakkan ikatan
antara tenaga professional dengan profesi yang
disandangnya.
c.
Pelanggaran kode etik
Konselor harus selalu mengkaji tingkah laku dan perbuatannya
tidak melanggar kode etik ini.
1. Konselor harus senantiasa mengingat
bahwa pelanggaran terhadap kode etik ini akan merugikan mutu proses dan hasil
layanan yang diberikan, merugikan klien, lembaga dan pihak-pihak lain yang
terkait, serta merugikan diri konselor sendiri dan profesinya.
2. Pelanggaran terhadap kode etik ini
akan mendapatkan sanksi berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh ABKIN.
Daftar Pustaka
Latipun.
2008. Psikologi Konseling. Malang :
UMM PRESS.
-----.Persyaratan Sebagai Konselor dalam http://misk-in.blogspot.com/2010/01/persyaratan-sebagai-konselor.html
Prayitno
dan Erman Amti. 2006. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.Jakarta:Rineka
Cipta
Orientasi, Ruang Lingkup, Kesalahan, dan Visi dalam Bimbingan dan Konseling
1.
Orientasi Bimbingan dan Konseling
Orientasi
dalam bimbingan dan konseling meliputi:
a)
Orientasi Perseorangan
Orientasi
perseorangan dalam bimbingan dan koseling menghendaki agar konselor
menitikberatkan pandangan pada para siswa secara individual. Satu per satu
siswa perlu mendapat perhatian.
b)
Orientasi Perkembangan
Orientasi
perkembangan dalam bimbingan
dan konseling lebih menekankan lagi pentingnya peranan perkembangan yang
terjadi dan yang hendaknya diterjadikan
pada diri individu. Bimbingan dan konseling memusatkan perhatiannya pada
keseluruhan proses perkembangan
itu.
c)
Orientasi Permasalahan
Orientasi
masalah secara langsung bersangkut-paut dengan fungsi pencegahan dan fungsi
pengentasan. Fungsi pencegahan menghendaki agar individu dapat terhindar dari
masalah-masalah yang mungkin membebani dirinya, sedangkan fungsi pengentasan
menginginkan agar indiviidu yang sudah terlanjur mengalami masalah dapat
terentaskan masalahnya.
2.
Ruang lingkup Bimbingan dan
Konseling
A.
Pelayanan Bimbingan dan Konseling
di Sekolah
Sekolah
merupakan lembaga formal yang secara khusus dibentuk untuk menyelenggarakan
pendidikan bagi warga masyarakat. Dalam kelembagaan sekolah terdapat sejumlah
bidang kegiatan dan bidang pelayanan bimbingan dan konseling mempunyai
kedudukan dan peranan yang khusus.
B.
Pelayanan Bimbinan dan Konseling di
Luar Sekolah
· Bmbingan
dan Konseling Keluarga
Keluarga
merupakan suatu persekutuan hidup yang paling mendasar dan merupakan pangkal kehidupan masyarakat. Didalam
keluargalah setiap warga masyarakat memulai kehidupannya. Segenap fungsi, jenis
layana dan kegiatan bimbingan dan konseling pada dasarnya dapat diterapkan
dengan memperhatikan kesesuaiannya dengan masing-masing karakteristik anggota
keluarga yang memerlukan pelayanan itu.
· Bimbingan
dan Konseling dalam Lingkungan yang Lebih Luas
Pelyanan
bimbingan dan konseling yang manjangkaun daerah kerja yang lebih luas itu perlu diselenggarakan oleh konselor yang
bersifat multidimensional (Chiles & Eliken, 1983), yaitu yang mampu bekerja
sam selain dengan guru, administrator, dan orang tua, juga dengan berbagai
komponen dan lembaga dimasyarakat secara lebih luas. Konselor profesional yang
multidimensional akan lebih banyak berperan sebagai pelatih dan supervisor,
disamping penyelenggaraan layanan dan kegiatan “tradisional “ bimbingan dan
konseling, bagi kaum muda dan anggota masyarakat lainnya (Goldman, 1976).
3.
Kesalah pahaman tentang Bimbingan
dan Konseling
Kesalahpahaman yang sering dijumpai
mengenai bimbingan dan konseling di lapangan adalah sebagai berikut:
1)
Bimbingan dan konseling disamakan
saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan
2)
Konselor di sekolah dianggap
sebagai polisi sekolah
3)
Bimbingan dan konseling dianggap
semata-mata sebagai proses pemberian nasihat
4)
Bimbingan dan konseling dibatasi
pada hanya menangani masalah-masalah yang bersifat insidental
5)
Bimbingan dan konseling dibatasi
hanya untuk klien-klien tertentu saja
6)
Bimbingan dan konseling melayani
“orang sakit” dan/atau “kurang normal”
7)
Bimbingan dan konseling bekerja
sendiri
8)
Koselor harus aktif, sedangkan
pihak lain pasif
9)
Menganggap pekerjaan bimbingan dan
konseling dapat dilakukan oleh siapa saja
10) Pelayanan bimbingan dan konseling berpusat
pada keluhan pertama saja
11) Menyamakan
pekerjaan bimbingan dan koseling dengan pekerjaan dokter atau psikiater
12) Menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan
konseling harus segara dilihat
13) Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi
semua klien
14) Memusatkan usaha bimbingan dan konseling hanya
pada penggunaan instrumentasi bimbingan dan konseling (misalnya tes, inventori,
angket, dan alat pengungkap lainnya)
15) Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya
menangani masalah-masalah yang ringan saja.
4.
Visi Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan
konseling sebagai ilmu dan juga sebagai profesi haruslah mampu memberikan
sumbangan yang berarit bagi dunia Pendidikan Nasional dan dalam kehidupan
masyarakat. bimbingan dan konseling tidak dibatasi hanya pada lingkup sekolah,
tetapi menjangkau bidang di luar sekolah. Dari sudut pandang Bimbingan dan
Konseling sebagai profesi bantuan, layanan knseling dilakukan untuk
meningkatkan harkat dan martabat manusia dengan cara memfasilitasi perkembangan
individu atau kelompok sesuai dengan perkembangan, kemampuan yang dihadapi
dalam perkembangannya.
Visi Bimbingan
Dan konseling adalah terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan
melalui tersedia-nya pelayanan bantuan dalam memberikan dukungan perkembangan
dan pengentasan masalah agar individu berkembang secara optimal,
mandiri,dan bahagia.dan juga mewujudkan perkembangan diri dan kemandirian yang
optimal sesuai dengan hakekatnya, baik sebagai mahluk individu atau mahluk
sosial.
Daftar Pustaka
·
Prayitno
dan Erman Amti, 2006. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:Rineka
Cipta
diambil pada hari senin, 16 September 2013 pkl 07.50 wib
·
Prayitno, 2008. Trilogy Profesi.
http://www.google.co.id/search?hl=id&source=hp&fkt=4720&fsdt=16580&q=trilogi+profesi&meta=&aq=f&oq=&aqi=
(24 September 2009)
·
Visi bimbingan dan konseling.2008.
http://konselingpendidikan.blogspot.com/2008/11/visi-bimbingan-konseling.html.
(24 September 2009)
Langganan:
Postingan
(
Atom
)
About
taraditas@yahoo.co.id
taraditaw@gmail.com