Minggu, 21 Desember 2014

Teori Atribusi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1              LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang seringkali bertanya mengapa orang lain (atau dirinya sendiri) menunjukkan suatu perilaku tertentu. Pertanyaan-pertanyaan berikut ini mencerminkan beberapa hal yang ingin dijawab oleh teori atribusi :
v  Mengapa orang lain (dirinya) berhasil/gagal mencapai sesuatu?
v  Mengapa dia (saya) mau melakukan perbuatan luhur itu?
v  Mengapa dia (saya) tega melakukan perbuatan buruk itu?
Faktor-faktor penyebab dari perbuatan seperti dicontohkan pada pertanyaan pertanyaan diatas, ingin dijawab oleh teori atribusi. Karena itu teori atribusi adalah teori tentang bagaimana manusia menerangkan perilaku orang lain maupun perilakunya sendiri dan akibat dari perilakunya yang dipertanyakan, misalnya: sifat-sifat, motif, sikap, dsb.
Faktor-faktor situasi eksternal. Untuk memberikan penjelasan/penerangan terhadap suatu perilaku atau suatu akibat perilaku itu, biasanya tidak hanya dilihat perilakunya. Tetapi dilihat juga: masa lalu dari orang yang menunjukkan perilaku itu, motivasinya, situasinya, dsb.
Beragam teori dan pendapat dari tokoh psikologi yang mengamati kondisi jiwa manusia terhadap respon yang diterima dan diamati kemudian tersimpulkan pada sebuah aksi dan diwujudkan dalam proses belajar. Salah satu teori yang digunakan dalam proses belajar adalah teori atribusi yang diharapkan dapat menjelaskan penyebab dari suatu kejadian.
Memahami sebuah kondisi emosional atau kejiwaan seseorang dapat bermanfaat dalam beberapa hal. Akan tetapi hal ini hanya langkah pertama dalam pembahasan psikologi. Biasanya kita ingin memahami hal tersebut lebih jauh agar dapat mengetahui sifat-sifat individu yang bersifat tetap dan mengetahui penyebab di balik perilaku mereka.


1.2              RUMUSAN MASALAH
1.2.1        Apakah pengertian Teori Atribusi?
1.2.2        Apa saja kesalahan atau bias dalam atribusi?
1.2.3        Bagaimana ruang lingkup dan aplikasi teori atribusi?
1.2.4        Bagaimana guru menerapkan teori atribusi dalam pembelajaran?

1.3              TUJUAN
1.3.1        Mengetahui pengertian teori atribusi
1.3.2        Mengetahui kesalahan atau bias apa saja dalam atribusi
1.3.3        Mengetahui ruang lingkup dan aplikasi teori atribusi
1.3.4        Mengetahui parilaku atau tindakan guru menerapkan teori atribusi dalam pembelajaran













BAB II
PEMBAHASAN

2.1              Pengertian Teori Atribusi
Atribusi adalah sebuah teori yang membahas tentang upaya-upaya yang dilakukan untuk memahami penyebab-penyebab perilaku kita dan orang lain. Definisi formalnya, atribusi berarti upaya untuk memahami penyebab di balik perilaku orang lain, dan dalam beberapa kasus juga penyebab di balik perilaku kita sendiri
Teori atribusi bermula dengan gagasan Fritz Heider bahwa setiap individu mencoba untuk memahami perilaku mereka sendiri dan orang lain dengan mengamati bagaimana sesungguhnya setiap individu berperilaku. Penyebab situasional (dipengaruhi oleh lingkungan), pengaruh pribadi (mempengaruhi secara pribadi), kemampuan (dapat melakukan sesuatu), usaha (mencoba melakukan sesuatu), hasrat (keinginan untuk melakukannya), perasaan (merasa menyukainya), keterlibatan (setuju dengan sesuatu), kewajiban (merasa harus), dan perizinan (telah diizinkan).
Brant Burleson menguatkan teori Atribusi yang sudah ada yaitu mengenai interprestasi persuasif yang menghasilkan sebuah persepsi.
Teori  atribusi yang lain yang dikemukakan oleh Kelley & Micella, 1980 yaitu teori atribusi internal dan ekstenal, teori yang berfokus pada akal sehat.
Sementara menurut Weiner atribusi adalah teori kontemporer yang paling berpengaruh dengan implikasi untuk motivasi akademik. Hal ini dapat diartikan bahwa teori ini mencakup modifikasi perilaku dalam arti bahwa ia menekankan gagasan bahwa peserta didik sangat termotivasi dengan hasil yang menyenangkan untuk dapat merasa baik tentang diri mereka sendiri.
Teori yang dikembangkan oleh Bernard Weiner ini merupakan gabungan dari dua bidang minat utama dalam teori psikologi yakni motivasi dan penelitian atribusi. Teori yang diawali dengan motivasi, seperti halnya teori belajar dikembangkan terutama dari pandangan stimulus-respons yang cukup popular dari pertengahan 1930-an sampai 1950-an.
Menurut Weiner, factor paling penting yang mempengaruhi atribusi ada empat factor yakni antara lain :
1.         Ability yakni kemampuan, adalah factor internal dan relative stabil dimana peserta didik tidak banyak latihan control langsung.
2.         Task difficulty yakni kesulitan tugas dan stabil merupakan factor eksternal yang sebgaian besar di luar pembelajaran control.
3.         Effort yakni upaya, adalah factor internal dan tidak stabil dimana peserta didik dapat latihan banyak control.
4.         Luck yakni factor eksternal dan tidak stabil dimana peserta didik latihan control sangat kecil.
            Teori aribusi juga dapat digunakan untuk menganalisis keberhasilan dan kegagalan seseorang. Menurut Weiner untuk menganalisis keberhasilan dan kegagalan seseorang didasarkan pada dua dimensi yaitu Locus of control (LC internal-eksternal) maksudnya suatu keberhasilan ayau kegagalan seseorang dapat disebabkan oleh dua factor internal atau eksternal dan dimensi stabilitas penyebab maksudnya bahwa apakah kegagalan atau keberhasilan seseorang disebabkan oleh  factor-faktor yang bersifat stabil atau factor yang tidak stabil.
Kestabilan
(locus of CTRL)
Tidak stabil
(Temporer)
Stabil
(Permanen)
Internal
Usaha,mood,kelelahan
Bakat, kecerdasan, karakteristik fisik
Eksternal
Nasib, ketidaksengajaan, kesempatan
Tingkat kesukaran Tugas
           
            Sebenarnya istilah atribusi mengacu kepada penyebab suatu kejadian atau hasil menurut persepsi individu. Dan yang menjadi pusat perhatian atau penekanan pada penelitian di bidang ini adalah cara-cara bagaimana orang memberikan penjelasan sebab-sebab kejadian dan implikasi dari penjelasan-penjelasan tersebut. Dengan kata lain, teori itu berfokus pada bagaimana orang bisa sampai memperoleh jawaban atas pertanyaan “mengapa”? (Kelly 1973).
Ada tiga teori yang berkaitan erat dengan teori atribusi ini, yakni teori yang berkembang pada bidang psikologi. Pertama teori yang dikembangkan oleh Naïve Psychology, kedua Correspondent Inference yang menekankan pada pengkajian intentionality (rencana atau tujuan tindakan seseorang) dan ketiga Covariation Model yang mencoba menjelaskan tindakan seseorang dengan mengajukan pertanyaan sekitar konsensus, konsitensi dan perbedaan (distinctiveness) serta kemampuan untuk mengontrol (controllability).
1.         Atribusi Sebagai Naïve Psychology
            Teori ini dibahas pada awalnya dalam psikologi yang disebut naïve psychology, suatu kajian psikologi yang mencoba mendiskrifsi bagaimana masyakarat pada umumnya bertindak. Menurut aliran ini tindakan kebanyakan orang berdasarkan pada penilaian dan penyimpulan terhadap suatu tingkah-laku yang ada disekelilingnya tanpa berpikir secara mendalam, sehingga menimbulkan pendapat umum tentang tindakan tersebut. Yakni dengan mencoba menduga-duga penyebab dari suatu tindakan dilakukan oleh seseorang dan langsung disimpulkan tanpa melalui proses pengumpulan data dan analisis yang serius, hal ini diebut juga folk psychology.
            Menurut Fritz Heider (1958) jika anda melihat seseorang berbuat sesuatu, maka secara langsung anda membuat suatu penilaian tentang apa yang menyebabkan orang tersebut melakukan hal itu. Dan penilaian tersebut bisa terjadi dengan melihat faktor disposisional (dispositional) atau faktor situasional. Disposisional adalah faktor internal dan individual seperti kepribadian, karakter atau faktor biologis. Sedangkan situasional adalah faktor external seperti lingkungan atau keadaan.
            Berkomunikasi dengan pendekatan attribution berarti orang tersebut akan menyampaikan pesan kepada lawan komunikasinya dengan bersandarkan pada hasil penilaiannya (persepsinya) terhadap tingkah-laku lawan bicaranya.
            Kita  mengatribusi suatu  tindakan disebabkan daya personal, hanya jika orang yang kita persepsi tersebut mempunyai kemampuan untuk bertindak, berniat untuk melakukan dan berusaha untuk menyelesaikan tindakannya. Jika demikian, kita beranggapan bahwa atribusi tersebut berhubungan dengan sifatnya, sehingga dapat kita gunakan untukmeramalkan tindakan-tindakan di masa yang akan dating. Disisi lain, jika kita mengatribusi sebagai daya lingkungan, hal ini tidak ada hubungannya dengan sifat orang yang kita persepsi, sehingga tidak dapat digunakan untuk meramalkan tindakan-tindakan di msa yang akan datang.
2.         Teori Correspondent Inference
            Masih tentang atribusi (menyifati atau menialai tingkah laku seseorang) Edward E. Jones and Keith Davis (1965) mengajukan teori Correspondent Inference, menurutnya ketika seseorang menilai tingkah laku orang lain (actor) sebagai akibat dari faktor disposisi (dorongan internal dirinya) maka sebenarnya telah menilai rencana (intention) apa yang ada pada diri orang tersebut sebagai kesimpulan yang selaras dengan tingkah laku sang aktor.
            Tapi untuk menentukan rencana apa yang terkandung dalam diri seseorang untuk melakukan suatu tindakan bukanlah hal yang mudah. Menentukan apakah si A melakukan tindakan B karena tujuan Z. Ada beberapa faktor sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan penilaian terhadap rencana (intention) prilaku sang pelaku:  Seperti pilihan (choice) mengapa si pelaku melakukan itu? Kemudian kebutuhan sosial pelaku (sosial desirability), aturan sosial (sosial role), gambaran sebelumnya tentang pelaku (prior expectation) atau pengetahuan tentang latar belakangnya, kesenangan (hedonic relevance) dan atau gambaran tentang sifat pribadi pelaku (personalisme). Mempertimbangkan enam hal tersebut bisa membantu dalam menilai rencana tindakan sang aktor, tapi  terlalu bersandar pada sebagian hal tersebut bisa juga melahirkan bias dalam penilaian dimensi internal (disposition) prilaku sang actor.
3.         Covariation Model
            Teori lain berkenaan dengan atribusi dikemukakan oleh Kelley (1967) yang mencoba menjelaskan penilaian terhadap alasan (cause) tingkah laku seseorang dengan lebih luas dibanding dengan apa yang diajukan Jones yang hanya menitik beratkan pada intentionality.
Teori Harold Kelley merupakan perkembangan dari Heider. Focus teori ini, apakah tindakan tertentu disebabkan oleh daya-daya internal atau daya-daya eksternal. Kelley berpandangan bahwa suatu tindakan merupakan suatu akibat atau efek yang terjadi Karena adanya sebab. Oleh karena itu, Kelley mengajukan suatu cara untuk mengetahui ada atau tidaknya hal-hal yang menunjuk pada penyebab tindakan, apakaha daya internal atau daya eksternal. Kelley mengajukan tiga factor dasar yang dapat digunakan untuk memutuskan hal tersebut, yaitu:
1.    Konsensus yaitu bagaimana seseorang bereaksi bila dibandingkan dengan orang-orang lain terhadap stimulus tertentu. Misalnya bila seorang mahasiswa melakukan perilaku tertentu sedangkan mahasiswa lain tidak melakukan hal yang sama maka dapat dikatakan bahwa consensus mahasiswa tersebut rendah.
2.    Konsistensi yaitu bagaimana sesorang bereaksi terhadap stimulus yang sma dalam situasi dan keadaan yang berbeda. Misalnya seorang mahasiswa tidur saat kuliah dosen x dan berperilaku sama pada dosen yang lain maka mahasiswa tersebut dikatakan mempunyai konsistensi yang tinggi.
3.    Kekhasan yaitu bagaimana seseorang bereaksi terhadap stimulus atau situasi yang berbeda-beda, misalnya seorang mahasiswa yang tidur saat kuliah dosen x, tetapi pada dosen-dosen yang lain dia tidak tidur, maka dapat dikatakan bahwa mahasiswa tersebut mempunyai kekhasan yang tinggi.

            Secara singkat dapat digambarkan untuk menentukan atribusi atas prilaku seseorang dengan model Kelley adalah sebagai berikut:
Ø  Jika konsensus tinggi + konsistensi tinggi + distingtif tinggi = atribut eksternal (situasional)
Ø  Jika konsensus tinggi + konsistensi rendah + distingtif tinggi= atribut eksternal (situasional).
Ø  Jika konsensus tinggi + konsistensi rendah + distingtif rendah= atribut internal (disposisional)
Ø  Jika konsensus rendah + konsistensi tinggi + distingtif rendah= atribusi internal (disposisional)


2.2              Kesalahan atau Bias dalam Atribusi
            Dalam atribusi tidak selamanya memberikan keberhasilan menginterpretasi perilaku seseorang. Hal ini karena dalam atribusi sering terjadi kesalahan atau bias. Ada beberapa bias dalam atribusi yaitu sebagai berikut:
a.    Bias fundamental atribusi, yaitu bias yang terjadi bila pengamat dalam memberi atribusi pada pelaku lebih menekankan factor eksposisi/internal dari pelaku dan factor situasi dikesampingkan misalnya mahasiswa yanhg bernama A gaduh dikelas, pengamat menganggap bahwa A mencari perhatian dan tidak dilihat dari situasi mengapa si a gaduh.
b.    Bias self serving, yitu bias yang terjadi karena pada setiap orang terdapat kecenderungan uum untuk menghindari celaan karena kesalahannya, misalnya: mahasiswa A mendapat nilai E untuk mata kuliah tertentu maka mahasiswa tersebut akan mengatakan bahwa dosennya tidak becus mengajar atau killer.
c.    Efek pelaku pengamat, yaitu bias yang terjadi karena hubungan antara pelaku dan pengamat kurang baik, sehingga di dalam mengatribusi kegagalan mahasiswa dalam ujian menurut dosen kegagalan dikarenakan mahasiswa tidak belajar, sedangkan menurut mahasiswa dosennya tidak bisa mengajar.
d.   Bias self blame, yaitu bias yang terjadi karena ada kecenderungan untuk menyalahkan dirinya sendiri.
e.    Hidonice relevance, yaitu bias yang terjadi karena pengamat sering kurag obyektif di dalam memberikan penilaian terhadap peristiwa yang memyangkut dirinya dikaitkan dengan kesenangan yaitu apakah sesuattu itu menguntungkan atau merugikan. Bila menguntungkan maka atribusi positif sedangkan bila merugikan maka atribusi negative.
f.     Bias egocentris, yaitu bias yang terjadi karena ada anggapan bahwa orang lain akan berbuat sperti dirinya atau sering juga dinyatakan secara umum mengukur perilaku seseorang mendasarkan pada dirinya.



2.3              Ruang Lingkup dan Aplikasi Teori Atribusi
2.4.1        Ruang Lingkup Teori Atribusi
            Atribusi Teori telah digunakan untuk menjelaskan perbedaan dalam motivasi berprestasi antara tinggi dan rendah. Menurut teori atribusi, berprestasi tinggi akan mendekati daripada menghindari tugas-tugas terkait untuk berhasil, karena mereka percaya bahwa kesuksesan adalah karena kemampuan yang tinggi dan usaha yang mereka yakin. Kegagalan dianggap disebabkan oleh nasib buruk atau ujian yang miskin dan bukan kesalahan mereka. Jadi, kegagalan tidak mempengaruhi harga diri mereka tetapi sukses membangun kebanggaan dan kepercayaan diri.
            Di sisi lain, berprestasi rendah menghindari tugas yang berhubungan dengan keberhasilan karena mereka cenderung untuk (a) meragukan kemampuan mereka dan/ atau (b) menganggap kesuksesan adalah berkaitan dengan keberuntungan atau untuk “siapa yang Anda tahu” atau faktor-faktor lain di luar kendali mereka. Jadi, bahkan ketika sukses, adalah tidak bermanfaat untuk yang berprestasi rendah karena dia/dia tidak merasa bertanggung jawab, tidak meningkatkan harganya dan kepercayaan diri.
2.4.2        Aplikasi Teori Atribusi
1.        Atribusi dan Depresi
            Depresi adalah gangguan psikologi yang hampir dialami setiap manusia. Individu yang depresi cenderung mempunyai pikiran yang bertentangan dengan bias mengutamakan diri sendiri. Kalau hasilnya bagus, maka itu merupakan keberhasilan yang didapat dari intervensi orang lain. Namun, jika kegagalan yang terjadi hal itu merupakan kesalahan mutlak dari dirinya sendiri sehingga orang akan merasa bahwa dirinya tidak memiliki arti dan akhirnya mudah menyerah dalam hidupnya.
2.         Atribusi dan Prasangka
            Harga sosial yang mesti dibayar ketika mempertanyakan diskriminasi. Misalnya seseorang pada ras minoritas tidak menerima tidak diterima dalam pekerjaan, dia berprasangka bahwa tidak diterimanya dia karena dia berasal dari minoritas. Tetapi, setelah dipikir-pikir lagi, maka akan muncul bahwa dia memang tidak cocok dengan pekerjaan itu dan dia hanya mengeluh saja, dan justru muncul pemikiran negatif kita terhadap orang tersebut.
2.5              Perilaku Guru Menerapkan Teori Atribusi dalam Pembelajaran
            Teori atribusi yang dikembangkan oleh Bernard Weiner dalam lingkungan pendidikan menitik beratkan pada :
1.         Pengaruh hasil perbuatan berupa keberhasilan dan kegagalan.
2.         Memberikan suatu kerangka kerja untuk melakukan analisa terhadap interaksi guru dan peserta didik di kelas.
            Model pembelajaran langsung dalam teori ini merupakan model pembelajaran yang sering digunakan oleh sebagian besar Guru. Menurut Arends (1997), pembelajaran langsung disajikan dalam lima tahap, yaitu:
1.         Penyampaian tujuan pembelajaran
2.         mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan
3.         pemberian latihan terbimbing
4.         mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
5.         pemberian perluasan latihan dan pemindahan ilmu.
            Penerapan Teori Atribusi Weiner dalam pembelajaran langsung dimaksudkan untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada peserta didik agar mengembangkan lingkungan proaktif yang positif. Dengan kata lain suasana pembelajaran menjadi berpusat pada peserta didik (student oriented).
            Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ke beberapa sekolah, yang sengaja difokuskan pada pembelajaran (materi matematika). Sementara hasil observasi menunjukan proses pembelajaran umumnya masih didominasi oleh guru, sehinga komunikasi antara guru dengan peserta didik belum optimal. Selain itu, dalam menanggapi hasil pekerjaan siswa, guru hanya menyatakan benar atau salah tanpa menanyakan alas an dan penyebab jawaban siswa. Kebiasaan inilah yang dapat mengakibatkan ketuntasan belajar dan pencapaian hasil belajar peserta didik tidak mencapai tujuan yang diharapkan.
            Untuk mengatasi masalah diatas, Soedjadi (1998/1999) mengatakan perlunya diupayakan pembelajaran yang memberi kesempatan luas pada peserta didik untuk aktif belajar dengan merubah pola pembelajaran yang semula berpusat pada guru ( teacher oriented ) hendaknya berubah menjadi terpusat pada peserta didik (student oriented). Dalam hal ini, dipilih sebuah alternative pola pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik dan meningkatkan komunikasi antara guru dan peserta didik, dengan menerapkan teori atribusi dari Bernard Weiner.
Ada 3 langkah penerapan teori atribusi dalam pembelajaran terdiri dari :
1.         Membangun konsep
2.         Menanggapi hasil kerja peserta didik
3.         Memantapkan pemahaman konsep
Terdapat 3 faktor yang dapat ditemukan di kelas, yang mendukung perlunya teori Weiner, yaitu:
a.         Tingkah laku guru yang berlainan yang ditujukan kepada peserta didik yang diyakini tak akan bisa berhasil
b.         Penggunaan pujian dan celaan yang berbeda-beda di kelas
c.         Ciri siswa/peserta didik
            Tingkah laku guru terhadap peserta didik yang rendah prestasi belajarnya tentu mendapat bimbingan yang berbada dengan peserta didik yang lain. Contohnya ialah, mendudukkan peserta didik yang berprestasi rendah jauh dari guru dan atau didalam kelompok, menuntut kerja dan usaha yang semula jauh dari perhatian guru dikarenakan kurangnya kesempatan untuk menjawab pertanyaan ataupun bertanya.
            Sementara penggunaan pujian dan celaan yang berbeda, dimaksudkan kedalam bentuk pemberian reward dan punishman yang berkaitan dengan bentuk penugasan. Pujian secara khas diberikan untuk usaha yang membuahkan hasil baik. Dalam sebuah penelitian, peserta didik yang mendapat pujian karena sukses ternyata kemampuannya dinilai lebih rendah daripada peserta didik yang menerima celaan.
            Adapun pada ciri peserta didik, terdapat tiga ciri yang berfungsi di dalam kelas terkait mengenai keberhasilan atau kegagakan peserta didik. Ketiga ciri tersebut adalah tingkat perkembangan, rasa harga didi peserta didik dan jenis kelamin.
            Yang perlu diperhatikan pada teori Weiner dalam pembelajaran yang terkait dengan keberhasilan dan kegagalan peserta didik, lebih menekankan pada unsure kesiapan peserta didik untuk menerima materi pelajaran, dan didukung oleh serangkain motivasi belajar peserta didik dengan memandang pada iklim kelas yang lebih menekankan pada proses belajar dari pada hasil belajar yang kompetitif. Dengan kata lain, kondisi kelas disusun untuk memperkuat kepercayaan bahwa keberhasilan belajar dapat dicapai dengan jalan usaha yang konstruktif dengan mengembangkan lingkungan proaktif yang positif.


























BAB III
PENUTUP
1.1              SIMPULAN
            Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan antara lain:
1.         Teori atribusi bermula dengan gagasan Fritz Heider bahwa setiap individu mencoba untuk memahami perilaku mereka sendiri dan orang lain dengan mengamati bagaimana sesungguhnya setiap individu berperilaku.
2.         Teori Atribusi Weiner lebih menekankan pada upaya untuk memahami penyebab di balik perilaku orang lain, dan dalam beberapa kasus juga penyebab di balik perilaku kita sendiri.
3.         Ada tiga teori yang berkaitan erat dengan teori atribusi ini, yakni teori Naïve Psychology, kedua Correspondent Inference dan ketiga Covariation Model.
4.         Kesalahan atau bias dalam atribusi, yaitu bias fundamental atribusi, bias self serving, efek pelaku pengamat, bias self blame, hidonice relevance, bias egocentris.
5.         Teori atribusi ini sangat tepat digunakan dalam proses pembelajaran karena dapat membantu guru dalam melatih peserta didik untuk memotivasi agar lebih aktif dalam belajar, karena memang menekankan pada kemampuan berkomunikasi.
6.         Keberhasilan dan kegagalan yang terjadi dalam belajar tergantung pada sikap guru dalam menciptakan suasana belajar.
7.         Meski terdapat beberapa kekurangan, namun teori ini dapat menjadi salah satu alternative bagi proses belajar mengajar.
3.2              SARAN
1.         Ketuntasan belajar dapat dicapai atau diharapkan dengan menerapkan teori atribusi dalam pembelajaran.
2.         Perlu dicari factor-faktor yang menyebabkan belum tuntasnya hasil belajar secara maksimal .
3.         Bagi guru agar membiasakan merancang pembelajaran yang mengandung pesan-pesan atribusi, sehinga dapat muncul atribusi yang positif dari peserta didik terhadap keberhasilan maupun kegagalan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

DAFTAR PUSTAKA

Joko Winarto. 2011. Teori Atribusi Berner Weiner dan Implementasinya dalam Pembelajaran.
Diakses pada 29 Desember 2013 dari http://kompasiana.com/teori-atribusi-berner-dan.htm
Mara Suzana. 2010. Teori Atribusi Berner Weiner dan Implementasinya dalam Pembelajaran.
Diases pada 29 Desember 2013 dari
http://marasuzanabintimasrizal.blogspot.com/atribusi-sosial.htm
Sugiyo. 2005. Komunikasi Antar Pribadi. Semarang: Universitas Negeri Semarang


0 komentar :

Posting Komentar

About

taraditas@yahoo.co.id taraditaw@gmail.com